harihariku

Di Gerbang Terus

Waktu zaman mahasiswa baru dulu, ada satu kalimat yang terus-terus diulang oleh senior di kampus. Sebenarnya sih kalimat itu limapuluh persen diucapkan untuk bercanda dan menyindir.

Pertama kali kalimat itu muncul waktu kami masih belum ikut Zkala (pengkaderan tingkat fakultas). Okelah, wajar itu. Tapi ternyata muncul lagi setelah Zkala selesai.

Mungkin karena belum Bina Akrab (pengkaderan tingkat jurusan) kali ya. Okelah. Ehh, tapi sampai acara penutupan selesai pun kalimat itu masih muncul juga.

Esoknya saat masuk kampus kalimat itu lagi yang kami dengar.

Masih di gerbang ko, Dek.

Kenapa kami selalu di gerbang? Kapan masuk ke dalamnya?

Hari berganti, kami satu angkatan mengadakan berbagai kegiatan di kampus. Baik itu kegiatan akademik maupun kegiatan lembaga. Tapi kami sudah tidak pernah lagi mencari tahu ‘dengan sungguh-sungguh’ apakah kami sudah masuk ke dalam atau masih di gerbang saja.

Yang jelas, tiap selesai satu kegiatan, ketika sedang beberes dengan teman-teman selalu saja keluar kalimat itu -> masih di gerbang ko, Dek. Kalimat yang lalu diikuti dengan gelak tawa.

***

Suatu hari adik junior saya mengatakan bosan di gerbang terus. Saya tertawa. Dia persis saya dan kawan-kawan saya di masa lalu.

Senior memang menjengkelkan karena sejauh apapun perjuangan kami, prestasi kami, tetap saja mereka mengatakan kalau kami masih di gerbang. Selalu di gerbang.

Padahal kalau dipikir-pikir semua itu ada benarnya juga. Kami, kita semua akan selalu di gerbang, tiap kali kita masuk ke dalam fase baru kehidupan. 

Biar gampang hitung saja sejak fase jadi mahasiswa baru. Kemudian mahasiswa lama, lalu mahasiswa abadi (yang terakhir ini optional,haha). Kedua(tiga)nya adalah fase yang berbeda. Dilema dan tantangannya tidak sama dan punya gerbang yang berbeda.

Lanjut lagi fase jadi sarjana, jadi pengangguran. Itu berisi konflik lahir batin yang beda lagi. Gerbangnya juga lain lagi.

Mulai masuk kerja. Dinamikanya semakin tinggi lagi. Dan kita ‘yang masih di gerbang’ butuh banyak penyesuaian dan perjuangan baru untuk bisa  survive di dalamnya.

Kemudian menikah. Wah ini gerbang baru lagi. Ini tantangannya lebih ngeri-ngeri sedap lagi.

Ke manapun kita melangkah, maka seolah-olah kita akan berada di gerbang baru. Dari satu gerbang ke gerbang yang lain. Tempat yang belum pernah kita temui. Suasana yang asing. Orang-orang yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya.

Begitu terus sampai usia kita habis. Nantilah terakhir ketika di akhirat kelak, maka di situlah gerbang terakhir yang kita temui. 

Setelah itu, di dalamnya, kita akan kekal selama-lamanya.

Tinggalkan komentar