.::bisikan kalbu::. · harihariku · Setangkup Roti Cokelat

Tentang Kau ; Sekarang dan Dahulu

Kita tidak pernah menanamkan apa-apa
Kita takkan pernah kehilangan apa-apa…

Siapa yang tidak tahu kutipan di atas. Soe Hok Gie. Tulisan ini sepertinya buat Ira (tokoh yang diperankan oleh Sita AB3), sahabat perempuan Gie.

Aku tiba-tiba teringat kejadian siang tadi ketika seseorang menyebut-nyebut namamu di hadapanku. Ahh, masa yang lalu itu. Aku tersenyum mengingat momen-momen khas anak bau kencur, sekitar tujuh tahun yang lalu. Atau delapan?

Temanku itu, maksudku teman kita, sedang jahil dan ingin membuka sebuah buku memori yang lama tersimpan rapi di sudut hati. Tempat barang-barang yang sayang untuk dibuang. Dan buku itu ada namamu di sampulnya.

Aku dan teman kita itu membuka-buka buku tua bersampul hijau yang dicetak oleh printer tua di atas karton seadanya. Kami tersenyum-senyum membaca cerita-cerita yang pernah ada. Teman kita itu bahkan sesekali menyikut pinggangku. Aku hanya tersenyum. Lucu juga, ternyata.

Puas tertawa kami pun menutup buku itu. Aku menatapnya sambil tersenyum dan dia mencolek pinggangku.

“Dia sekarang sudah jauh berubah. Dia sekarang sudah fashionable. Dia sekarang sudah tinggi. Dia benar-benar calon orang kaya, pegawai negeri pula. Dan dia sudah pakai kaca mata!” teman kita itu bercerita dengan semangat.

Aku senyum dan memandang lurus ke depan lalu menggeleng sekali.

“Tidak. Dia tinggi, kaya dan pakai kaca mata. Aku tidak suka. Aku suka dia yang dulu. Aku suka dia yang sederhana, pakai baju seadanya. Aku suka dia yang biasa-biasa saja pulang pergi naik pete-pete. Dan aku suka dia yang tidak tinggi menjulang. Aku suka dia apa adanya. Bukan ada apanya. Aku suka ketika dia bukan siapa-siapa. Dan ketika sekarang dia sudah jadi siapa-siapa, aku tidak suka lagi. Biarlah orang lain saja yang suka. Toh, setahuku dia banyak yang suka sekarang, kan?” aku tiba-tiba bicara panjang lebar dan aku menutup kalimatku dengan menoleh ke teman kita itu sambil tersenyum simpul.

“Kau akan menyesal.”teman kita itu berkomentar.

Aku lantas menggenggam kedua tangan teman kita itu dan mencoba untuk menjelaskan.

“Sudahlah. Cerita yang satu ini sudah tamat. Tidak akan ada lembaran baru lagi.”

“Apa tidak ada kesempatan lagi?”teman kita itu bertanya. Sebelah alisnya naik.

Aku menggeleng dan kembali tersenyum.

“Aku sudah punya buku baru dan kali ini kuharap akan berhasil.”jawabku sambil tersenyum sebijak mungkin.

Ia mengangguk dan ikut nyengir. Tidak ada pertanyaan lagi.

Makassar, 29 Maret 2011

2 tanggapan untuk “Tentang Kau ; Sekarang dan Dahulu

Tinggalkan komentar